Pada bulan November tahun 2023 biro pusat statistik kita merilis tentang hasil sensus populasi sapi di negeri Indonesia dimana mengagetkan karena Indonesia mengalami penurunan yang cukup besar jika dibandingkan dengan populasi 10 tahun yang lalu data dari Kementerian Pertanian populasi sapi Indonesia dari tahun ke tahun mengalami kenaikan sehingga apabila dibandingkan deviasianya ini sangat mencolok antara data hasil sensus pertanian 2023 dengan data populasi sapi dari Kementerian Pertanian.
Dilihat dari datanya tahun 2023 populasi sapi Indonesia sebanyak 14 juta ekor sedangkan KHS tahun 2023 turun menjadi 11,8 juta ekor alias turun sekitar 2,2 juta ekor apabila dibandingkan dengan perkembangan penduduk negeri Indonesia di tahun 2023. Penduduk Indonesia adalah 253 juta kemudian tahun 2023 menjadi 279 juta jadi ini mengalami kenaikan yang cukup signifikan, kenaikannya cukup besar populasi penduduknya tetapi justru populasi sapi mengalami penurunan apalagi kalau dibandingkan tahun 2013 jumlah sapi dengan penduduk Indonesia ternyata cuma 5,6% antara jumlah penduduk dan populasi sapi Indonesia.
Bisa dibuat perumpamaan populasi sapi Indonesia 5 ekor sedangkan penduduk Indonesia 100 orang di tahun 2023. Bagaimana apabila dibandingkan dengan negara Australia? negara Australia di tahun 2013 populasi sapinya adalah 17 juta sedangkan penduduknya adalah 23 juta alias 73% sedangkan tahun 2023 populasi sapi di Australia adalah 29 juta dan populasi penduduknya 27 juta. Jadi jumlah sapi di Australia lebih banyak daripada jumlah manusianya atau penduduk di Australia ini sangat berbanding terbalik dengan Indonesia.
Lalu kenapa di Australia ini mengalami kenaikan populasi sapi tapi di Indonesia justru mengalami penurunan? penyebabnya adalah roadmap kebijaksanaan penambahan populasi ini kurang jelas jadi sering mengalami kegagalan program-program yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian dimana ada program upsus siwab kemudian juga ada gertakbirahi kemudian juga ada program-program lain nsmun sepertinya mengulangi kegagalan-kegagalan dan tidak mau belajar dari kegagalan sebelumnya.
Kemudian penyebab yang kedua adalah pemerintah ini di zaman rezim Jokowi ini lebih lebih mengutamakan pihak konsumen dengan jalan mengimpor daging beku dari luar supaya masyarakat kita mendapatkan daging yang murah bukan berdasarkan bagaimana harga pokok pemeliharaan sapi di negeri kita, itulah yang menjadi acuan untuk menjual daging kepada masyarakat atau konsumen.
Penyebab yang ketiga adalah proses breeding selama ini diberikan kepada peternak-peternak kecil lokal jadi belum ada industri breeding sehingga belum bisa menghasilkan populasi yang baik berkualitas dan berkelanjutan apabila yang mengelola adalah para peterak-peterak kecil di pedesaan.
Yang keempat adalah ketidaksiapan pemerintah menghadapi wabah penyakit seperti penyakit mulut dan kuku dan penyakit LSD. Lalu bagaimana solusi untuk menghadapi kondisi seperti ini yaitu pemerintah harus melakukan atau menyusun roadmap yang melibatkan pihak kalangan akademisi atau perguruan tinggi kemudian pemerintah sendiri, dan juga para praktisi di bidang bisnis sapi untuk duduk bersama-sama melakukan atau membuat roadmap supaya jelas kira-kira rencana 5 tahun kedepan 10 tahun kedepan bahkan 25 tahun kedepan. Kemudian disepakati dan itulah yang dilaksanakan.
Pemberian insentif kepada peterak-peterak yang melakukan breeding, jadi selama ini pemerintah hanya memberi insentif atau memberi subsidi kepada petani untuk bibit dan pupuk. Sedangkan untuk peternak yang melakukan breeding tidak diberi subsidi. Subsidi bisa dilakukan dengan jalan subsidi pembelian pakan selama sapi bunting tentunya bisa membantu petani supaya petani ini bisa mendapatkan biaya yang relatif murah supaya pihak penggemukan atau peternak-peternak yang fattening bisa mendapatkan harga yang layak sehingga bisa bersaing dengan daging impor maupun sapi impor.
Kemudian juga perlu membentuk industri peternakan dengan jalan pemerintah lewat penunjukan UMN peternakan seperti saat sekarang ini adalah PT Berdikari salah satu BUMN yang bergerak di bidang peternakan fokus untuk melakukan industri breeding bisa mengambil lahan-lahan di Nusa Tenggara Timur atau Nusa Tenggara Barat atau juga di pulau-pulau yang masih banyak ladang-ladang penggembalaan yang murah hijauanya. BUMN and Berdikari ini bisa melakukan industri breeding sehingga bisa mencukupi kebutuhan Feedlotter yang selama ini mengimpor bakalannya dari Australia dan juga untuk peternak lokal bagian mengemunkkan bisa membeli sapi bakalan ini ke BUMN tersebut.
Kemudian yang terakhir adalah pemerintah harus mengatur secara ketat impor daging sapi beku maupun daging kerbau. Inilah yang sering merusak kondisi tatanan bisnis sapi maupun para breeder atau petani-petani yang melakukan pengembangbiakan maupun penggemukkan sapi lokal. Pemerintah diharapkan komitmen untuk mengatur berapa banyak daging sapi supaya sesuai dengan kebutuhannya.