Dalam dunia bisnis daging sapi, banyak masyarakat sering bertanya-tanya mengapa harga daging sapi lokal dan impor memiliki perbedaan yang cukup signifikan serta mengapa harga tersebut seringkali mengalami fluktuasi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita telaah proses tata niaga atau perdagangan daging sapi yang terjadi di Indonesia. Pertama-tama, pasokan daging sapi di negeri ini dapat dibagi menjadi tiga klaster utama.
Klaster pertama adalah peternakan rakyat yang menyuplai sapi yang dibudidayakan secara lokal. Para peternak lokal ini menggemukkan sapi-sapi mereka dan menjualnya kepada pedagang lokal di pasar hewan regional. Proses ini melibatkan pedagang antar kampung yang membawa sapi-sapi tersebut ke pasar hewan, di mana kemudian diperdagangkan kepada pedagang sapi antar kota.
Klaster kedua adalah industri peternakan atau feedlotter yang menghasilkan daging sapi dari sapi- sapi yang digemukkan, biasanya jenis sapi brahman cross dari Australia. Industri ini memiliki kapasitas kandang yang besar, rata-rata di atas 5.000 ekor. Setelah proses penggemukkan selama 3 sampai 4 bulan, daging sapi tersebut dijual langsung kepada jagal di rumah pemotongan hewan, dan dari sana, dagingnya dikirim ke pasar atau konsumen. Klaster ketiga adalah importir daging beku, perusahaan yang mengimpor daging sapi baik dari India, Australia, Amerika, maupun Selandia Baru. Sapi-sapi ini sudah dipotong dan dipacking sesuai dengan grade atau kualitasnya, dengan berbagai jenis daging seperti tenderloin, sirloin, topside, knakel, hingga jerohan seperti lidah, paru, dan jantung. Importir ini kemudian menjual daging impor beku tersebut ke distributor, yang selanjutnya menjualnya kepada pemakai atau reseller, termasuk pedagang pasar yang menjualnya langsung kepada konsumen.
Perbedaan tata niaga ini menjelaskan mengapa harga daging sapi lokal, daging sapi yang digemukkan oleh industri, dan daging sapi impor memiliki perbedaan yang cukup mencolok. Efisiensi tata niaga dari daging impor beku, yang langsung masuk dari importir ke distributor dan kemudian ke pemakai, membuatnya cenderung memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan daging sapi lokal atau dari industri peternakan. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang tata niaga ini, masyarakat dapat lebih memahami faktor-faktor yang memengaruhi harga daging sapi di pasar.