Pernyataan Presiden Joko Widodo terkait penghentian impor daging sapi telah menjadi perhatian publik sejak masa kampanyenya. Dalam artikel ini, kita akan membahas perjalanan janji tersebut serta tantangan yang dihadapi dalam upaya swasembada daging sapi di Indonesia.
Ketika masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berkomitmen untuk menghentikan impor pangan, termasuk daging sapi. Dalam kampanyenya pada tahun 2014, ia menyatakan, “Kita harus berani stop impor pangan, stop impor daging,” serta berjanji untuk menurunkan harga daging sapi menjadi di bawah Rp80.000 per kilogram.
Sebagai seorang pemimpin yang berasal dari latar belakang agraris, Jokowi menyadari bahwa Indonesia harus mandiri dalam penyediaan pangan. Ia menggarisbawahi bahwa harga daging sapi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, yang saat itu menjual daging sapi dengan harga sekitar Rp50.000 hingga Rp55.000 per kilogram.
Meskipun telah berjalan enam setengah tahun, kondisi pasar daging sapi di Indonesia belum menunjukkan perubahan signifikan. Pada awal tahun 2021, terjadi pemogokan oleh para pedagang daging sapi di pasar Jabodetabek, yang mengeluhkan harga daging yang masih tinggi. Hal ini menandakan bahwa janji untuk menurunkan harga daging sapi belum terpenuhi.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan tingginya harga daging sapi adalah kurangnya industri pembibitan sapi yang memadai di Indonesia. Sebagian besar petani hanya memiliki jumlah ternak yang terbatas, sehingga tidak mampu memproduksi bibit sapi secara efisien. Dengan produksi yang tidak mencukupi, industri penggemukan sapi terpaksa mengandalkan impor bakalan sapi dari negara lain, seperti Australia.
Seiring dengan kenaikan harga daging sapi di Australia akibat kondisi cuaca dan penurunan populasi sapi, harga impor pun meningkat. Saat ini, harga daging sapi dari Australia mencapai Rp56.000 per kilogram, jauh di atas harga sebelumnya. Dalam situasi ini, solusi yang diambil pemerintah cenderung reaktif, yaitu dengan kembali mengandalkan impor.
Kondisi ini mencerminkan kurangnya pengoptimalan potensi sumber daya lokal yang ada. Indonesia memiliki lahan pertanian yang luas dan subur di berbagai daerah, namun banyak potensi ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Upaya untuk mengintegrasikan peternakan sapi dengan tanaman lain, seperti perkebunan sawit, juga belum dilaksanakan secara efektif.
Janji Presiden Jokowi untuk menghentikan impor daging sapi dan mencapai swasembada tampaknya masih jauh dari kenyataan. Dalam enam setengah tahun kepemimpinannya, impor daging sapi justru mengalami kenaikan. Untuk mewujudkan swasembada, diperlukan langkah nyata dalam mengembangkan industri peternakan lokal serta mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada.