Kastrasi Kebiri Pada Sapi adalah operasi atau pembedahan untuk menghilangkan fungsi atau fisik testis pada jantan. Proses kastrasi akan menghilangkan organ pembentuk spermatozoa yang artinya akan menghentikan aktivitas testis dan menyebabkan kemunduran aktivitas pada kelenjar asesoris. Setelah dilakukannya proses ini maka sifat jantan akan berangsur-angsur hilang dan kegiatan spermatogenesis akan berhenti.
Proses ini cukup banyak dilakukan pada sapi pejantan karena mengundang banyak keuntungan bagi para peternak. Di antara keuntungannya adalah berkurangnya libido yang akan membuat ternak menjadi lebih jinak, harga karkas steers (sapi muda yang dikebiri) jauh lebih tinggi, daging yang akan dihasilkan pun mengandung marbling yang lebih disukai masyarakat.
Selain itu, sapi-sapi yang dikebiri akan lebih mudah ditangani ketika ada sapi betina. Proses Kastrasi Kebiri Pada Sapi juga dilakukan untuk mencegah terjadinya perkawinan yang tidak diinginkan dan menghindari Hernia Scortum alias penyakit keluarnya usus melalui dinding perut bagian bawah.
Proses kastrasi tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, harus merupakan ahli yang bisa melakukan proses ini dengan baik dan benar. Waktu prosesi kastrasi juga harus diperhatikan tepatnya karena ada ketentuan-ketentuan waktu khusus yang harus ditaati.
Untuk sapi, bisa dilakukan sampai usianya mencapai 12 bulan. Namun, akan lebih baik jika dilakukan sebelum usianya menginjak dua bulan dan hindari melakukan Kastrasi Kebiri Pada Sapi pada saat cuaca sedang ekstrem. Ini adalah waktu-waktu yang tepat untuk melakukan kastrasi pada sapi pejantan.
Proses kastrasi akan dilakukan pada bagian reproduksi sapi jantan, tepatnya di bagian testis dan saluran sperma. Hal ini didasarkan dari tujuan proses kastrasi yaitu menghilangkan fungsi atau fisik organ testis pada pejantan.
Dalam melakukan proses kastrasi, ada beberapa metode yang bisa digunakan dengan kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Salah satunya adalah metode Burdizzo, yaitu memutus saluran sperma dan pembuluh darah menuju testis dengan menggunakan alat yang dinamakan sebagai Tang Burdizzo. Tang ini diciptakan khusus untuk proses kastrasi sapi.
Keuntungan dari penerapan metode Burdizzo pada proses kastrasi adalah bloodless alias persentase risiko keluarnya darah hanya sedikit dan jarang terjadi infeksi dalam penerapan metode ini. Hal ini karena metode ini tidak merusak organ secara fisik luar, tetapi di bagian dalam, sehingga darah tidak akan keluar.
Kemudian, ada metode Rubber-rings (elastrator). Metode ini memerlukan karet ring dan tang untuk membuka karet tersebut, lalu karet akan dipasang pada pedet antara baru lahir sampai berusia sepuluh hari. Karet yang dimasukkan akan menjepit dua saluran sperma atau pembuluh darah menuju testis.
Selain bloodless, metode ini juga cepat dan mudah untuk dilakukan. Namun, sewaktu-waktu karet dapat rusak, sehingga proses kastrasi bisa saja tidak berhasil. Kemudian, metode ini memiliki batasan usia untuk melakukannya yaitu antara baru lahir sampai usia sepuluh hari. Jika pemasangan dilakukan di atas usia sepuluh hari, ada kemungkinan terjadinya tetanus atau infeksi lainnya.
Terlebih, dalam pelaksanaan metode ini sapi akan mengalami kesakitan dan berpotensi mengurangi tingkat pertumbuhan. Kerugian-kerugian ini membuat para peternak akan berpikir berulang kali untuk menerapkan metode kastrasi yang satu ini.
Kemudian, ada metode Open Wound Castraction (operasi pembedahan). Metode kastrasi yang satu ini dilakukan dengan cara menarik bagian scrotum sapi, lalu menyayatnya secara melintang hingga bagian testis keluar. Selanjutnya, para peternak akan menarik atau memutar testis secara berulang kali sampai putus dari saluran spermanya.
Setelah proses ini dilakukan, beberapa para peternak akan menutup kembali scortum sapi dengan cara menjahitnya. Namun, tak jarang pula para peternak yang membiarkannya saja. Metode kastrasi yang satu ini memang harus dilakukan oleh ahli yang sudah menguasai dan memiliki skill yang tinggi.
Metode Open Wound Castraction memiliki kelebihan karena akan bersifat permanen, dipastikan tidak akan ada lagi kemungkinan sperma yang dihasilkan. Selain itu, ketidakadaan testosteron juga akan mengurangi tingkat keagresifan sapi. Metode ini dapat dilakukan kepada pedet sapi dan sapi dewasa, tidak ada batasan usia.
Namun, metode ini akan memungkinkan terjadinya keluar darah yang terlalu banyak, sehingga menyebabkan sapi kekurangan darah dan mengalami komplikasi setelah proses kastrasi selesai dilakukan. Infeksi juga memiliki persentase kemungkinan yang sangat tinggi untuk terjadi, terlebih jika orang yang melakukan tidak menggunakan anestesi terlebih dahulu.