Pabrik Jepang Daur Ulang Limbah Pangan Menjadi Pakan

Topik Artikel : Dunia Sapi
sapibagus Kamis 05 Desember 2024
Share this

Di dunia yang semakin memperhatikan isu lingkungan, inovasi dalam pengolahan limbah menjadi sangat penting untuk mencapai keberlanjutan. Salah satu contoh cemerlang dari inovasi ini datang dari Jepang, di mana Koichi Takahashi, seorang ahli kedokteran hewan, menciptakan sebuah metode pengolahan sampah makanan menjadi pakan ternak yang berkualitas tinggi melalui fermentasi. Takahashi, yang memiliki impian sejak kecil untuk menyelamatkan planet ini, melihat peluang besar untuk memanfaatkan sampah makanan sebagai bahan baku pakan ternak sekaligus mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan dan ekonomi. Ini adalah contoh nyata bagaimana konsep ekonomi sirkular dapat diterapkan untuk menciptakan solusi win-win yang bermanfaat bagi semua pihak, termasuk lingkungan, petani, dan industri.

Jepang, meskipun dikenal sebagai negara dengan teknologi canggih, menghadapi tantangan besar dalam hal ketahanan pangan. Negara ini sangat bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan makanan dan pakan ternaknya. Sekitar dua pertiga dari makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Jepang diimpor, dan hampir tiga perempat dari pakan ternak mereka juga berasal dari luar negeri. Selain itu, Jepang menghadapi masalah besar terkait sampah makanan. Setiap tahun, negara ini membuang sekitar 28,4 juta ton makanan, sebagian besar di antaranya masih bisa dikonsumsi.

Tantangan ini memiliki dampak ekonomi dan lingkungan yang signifikan. Karena ketergantungan pada impor, biaya pangan di Jepang lebih tinggi dibandingkan dengan banyak negara lainnya. Di sisi lain, biaya pengolahan sampah makanan, yang sebagian besar dibakar melalui proses pembakaran limbah, mencapai sekitar 800 miliar yen per tahun, yang setara dengan sekitar 4,2 miliar poundsterling atau 5,4 miliar dolar AS. Pembakaran limbah ini menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan dan polusi udara. Mengingat Jepang adalah negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kelima di dunia, negara ini memiliki tujuan ambisius untuk mengurangi emisi karbonnya sebesar 46% pada tahun 2030 dan mencapai netralitas karbon pada tahun 2050. Mengatasi masalah sampah makanan menjadi bagian penting dari upaya ini.

Koichi Takahashi, yang mendirikan Japan Food Ecology Center (JFEC), memiliki visi untuk membangun sebuah sistem yang dapat mengubah sampah makanan menjadi pakan ternak berkualitas tinggi. Takahashi mengamati bahwa Jepang memiliki banyak limbah makanan yang bisa diolah untuk dijadikan pakan ternak, yang pada gilirannya bisa mengurangi ketergantungan negara ini terhadap impor pakan ternak. Pada tahun 1998, pemerintah Jepang memulai proyek yang bertujuan untuk menemukan cara-cara untuk mengolah bahan-bahan yang terbuang menjadi pakan ternak. Pada saat itu, harga biji-bijian impor mulai naik, dan ada rasa krisis di kalangan industri peternakan Jepang, yang merasa jika solusi tidak segera ditemukan, industri ini bisa runtuh. Takahashi, yang pada saat itu bekerja sebagai dokter hewan, melihat peluang untuk memanfaatkan pengetahuannya dan memberikan solusi yang ramah lingkungan.

Namun, setelah mendalami masalah ini lebih jauh, Takahashi menyadari bahwa mengirimkan limbah makanan mentah ke peternakan bukanlah solusi mudah. Ada banyak masalah yang harus diatasi, seperti kandungan limbah makanan yang sangat bervariasi, kandungan air yang tinggi yang menyebabkan pembusukan, dan masalah energi yang diperlukan untuk mengeringkan makanan agar dapat diolah lebih lanjut. Dalam upaya untuk mencari solusi, Takahashi kembali ke ilmu pengetahuan kuno Jepang: fermentasi.

Fermentasi adalah proses yang telah dipelajari di Jepang sejak abad ke-19, dengan teknologi yang digunakan dalam pembuatan sake dan kecap. Pada abad ke-20, Jepang mengembangkan pendekatan ilmiah terhadap fermentasi, melihat mikroba sebagai "pekerja hidup" yang dapat membantu mengubah sumber daya yang terbuang menjadi sesuatu yang berguna. Takahashi melihat bahwa teknologi fermentasi yang sudah ada bisa diterapkan untuk mengubah sampah makanan menjadi pakan ternak yang berkualitas tinggi dan tahan lama.

Dengan bekerja sama dengan para peneliti dari pemerintah, universitas, dan lembaga nasional, Takahashi mengembangkan produk pakan ternak yang difermentasi menggunakan asam laktat, yang disebut "ecofeed". Namun, perjalanan menuju keberhasilan tidak mudah. Pada awalnya, ketika pakan percobaan diberikan kepada babi, hasilnya kurang memuaskan. Pertumbuhan babi menjadi lebih lambat dan dagingnya terlalu berlemak. Melalui serangkaian kegagalan dan eksperimen, mereka akhirnya menemukan formulasi yang tepat, serta cara untuk memperpanjang umur simpan ecofeed dengan menurunkan pH menjadi 4,0, di mana sebagian besar bakteri patogen tidak dapat bertahan hidup.

Hasil akhir dari proses fermentasi ini adalah produk pakan berwarna pucat dan cair, yang memiliki rasa seperti yogurt asam. Ecofeed ini bisa disimpan tanpa pendinginan hingga 10 hari, dan yang lebih penting, proses produksinya menghasilkan 70% lebih sedikit emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan pakan ternak impor. Selain itu, produk ini lebih ekonomis karena mengurangi ketergantungan pada pakan impor yang mahal.

Pusat Pengolahan Makanan Jepang yang didirikan oleh Takahashi di Sagamihara, sebuah kota di Prefektur Kanagawa, Jepang, kini memproses sekitar 40 ton sampah makanan setiap hari. Sampah ini dikumpulkan dari supermarket, toko serba ada, dan produsen makanan besar di seluruh Jepang. Meskipun beberapa perusahaan tertarik pada upaya ramah lingkungan ini, sebagian besar dari mereka mengirimkan sampah mereka karena biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya pembakaran sampah. Jenis sampah makanan yang diproses sangat bervariasi setiap harinya, mulai dari whey (produk sampingan dari pembuatan mentega dan keju) hingga sisa-sisa dari pembuatan gyoza dan sushi.

Sampah makanan tersebut kemudian diproses menjadi pakan cair melalui serangkaian langkah: pemotongan, penghancuran, sterilisasi, dan akhirnya fermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat. Proses ini tidak hanya mengurangi pemborosan makanan, tetapi juga mengurangi biaya pakan ternak bagi peternak, yang dapat memesan formula pakan sesuai kebutuhan mereka. Takahashi mengatakan bahwa biaya pakan ecofeed sekitar setengah dari biaya pakan konvensional, dan peternak seperti Dan Kawakami dari Azumino Eco Farm di Nagano melaporkan bahwa kualitas daging babi yang diberi pakan ecofeed lebih baik, dengan rasa yang lebih lezat.

Sistem yang dikembangkan oleh Takahashi tidak hanya menguntungkan secara lingkungan, tetapi juga menguntungkan secara ekonomi. Pada tahun lalu, Takahashi memperkenalkan biogas, energi terbarukan yang dihasilkan dari fermentasi metana. Proses ini memperluas jenis sampah makanan yang dapat diterima oleh pusat pengolahan, karena pakan babi tidak bisa mengandung terlalu banyak lemak, garam, atau minyak. Dalam tangki besar yang berisi sampah makanan yang difermentasi, gas metana dihasilkan dan diubah menjadi listrik yang kemudian dijual kembali ke jaringan listrik.

Selain itu, limbah padat dari proses ini digunakan sebagai pupuk pertanian yang kaya nutrisi. Takahashi dengan bangga menyatakan bahwa tidak ada yang terbuang sia-sia dalam sistem ini. Pusat ini menghasilkan keuntungan dari pengolahan 35.000 ton sampah makanan setiap tahun dan telah menjadi model bagi fasilitas serupa di seluruh Jepang. Bersama dengan fasilitas lainnya, mereka kini menghasilkan lebih dari satu juta ton ecofeed setiap tahun, membuktikan bahwa usaha yang ramah lingkungan dan berkelanjutan bisa tetap menguntungkan secara finansial.

Takahashi tidak hanya fokus pada keberhasilan perusahaan, tetapi juga berusaha untuk menyebarkan pengetahuan mengenai metode ini kepada dunia. Setiap tahun, sekitar 1.500 pengunjung, mulai dari pelajar hingga pensiunan, datang untuk belajar langsung tentang proses pengolahan sampah makanan menjadi pakan ternak. Takahashi bahkan sering mengakhiri tur dengan menyajikan daging babi yang diproduksi dengan menggunakan ecofeed, memungkinkan para pengunjung untuk merasakan langsung kualitas produk yang dihasilkan.

Dengan inovasi yang berkelanjutan dan dampak yang luas, Takahashi berharap dapat menginspirasi masyarakat global untuk lebih menghargai keberlanjutan dan mencari solusi baru yang bermanfaat bagi lingkungan. Sebagai tambahan, Takahashi tidak mengambil hak paten atas teknologi yang dikembangkannya, karena tujuan utamanya adalah untuk merubah masyarakat dan memberikan contoh bagaimana pengelolaan limbah yang efisien dan ramah lingkungan bisa diaplikasikan di mana saja.

Inovasi yang dikembangkan oleh Koichi Takahashi melalui Japan Food Ecology Center adalah contoh yang luar biasa dari bagaimana teknologi kuno seperti fermentasi dapat diadaptasi untuk memecahkan masalah lingkungan modern. Dengan mengubah sampah makanan menjadi pakan ternak yang berkualitas tinggi, Takahashi tidak hanya mengurangi ketergantungan pada impor pakan ternak, tetapi juga mengurangi emisi gas rumah kaca, menghemat biaya, dan mempromosikan sistem ekonomi sirkular yang berkelanjutan. Lebih dari itu, ia membuktikan bahwa keberlanjutan dan profitabilitas dapat berjalan beriringan, memberikan harapan bagi solusi serupa di seluruh dunia.

Sapibagus Farm menjual berbagai pakan ternak untuk menunjang kelangsungan para peternak sapi. Untuk informasi lebih lanjut silakan hubungi kami melalui WhatsApp atau bisa langsung memesan melalui Shopee dan Tokopedia.

Produk Terkait
Dapatkan info produk terkait artikel di atas dengan klik tombol "Pesan Produk Terkait" sekarang!
Artikel terkait
Pabrik Jepang Daur Ulang Limbah Pangan Menjadi Pakan | Blog tokosapibagus.com | Toko Sapibagus