Selama ini proses penyuplaian daging di Indonesia berasal dari import daging beku, sapi bakalan yang telah digemukkan di feedlot, dan sapi dari peternakan rakyat. Selama 5 tahun terakhir, data pertumbuhan populasi sapi juga meningkat di Indonesia.
Prof.Dr. Ali Agus adalah seorang guru besar yang mengajar di fakultas peternakan di Universitas Gadjah Mada. Menurut Prof.Dr. Ali Agus, masalah persapian di Indonesia sudah cukup lama, dan semenjak tahun 2000-an adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang menjanjikan bahwa Indonesia akan menjadi negara peternakan yang bisa berswasembada daging sapi. Namun, kenyataannya proses tersebut masih belum bisa terpenuhi dan alasan tersebut dapat dilihat dari 2 sisi, yakni, diakui atau tidaknya keseimbangan pertumbuhan konsumsi daging sapi di masyarakat per kapita yang meningkat dengan cepat, sementara supply sapi yang tidak mencukupi.
Hal ini yang menyebabkan banyak perusahaan yang memasukkan daging-daging impor dari luar negeri dengan harga yang terjangkau untuk memenuhi permintaan daging di masyarakat. Namun, harga-harga daging beku juga dapat ikut naik yang dipengaruhi oleh matarante, pihak-pihak yang terkait, transportasi, logistic, sampai ke pergudangan. Prof.Dr Ali Agus juga menyatakan bahwa dengan naikknya harga pangan di Indonesia, itu akan membuat permintaan dan produksi semakin tidak stabil.
Double track adalah program dimana sapi yang lahir dari hasil breeding dan dibesarkan selama 2 tahun sebelum dipotong. Namun program double track ini tidak dapat dijangkau oleh pemerintah yang diakibatkan oleh kepemilikan sapi yang bukan dari pemerintah melainkan peternak-peternak di masyarakat. Pemerintah Tidak Subsidi Peternak Rakyat. Subsidi yang dijalankan oleh pemerintah pun masih boleh dikatakan minor dalam sistem pemerintahan, sehingga subsidi untuk bidang peternakan hampir tidak pernah tersedia.
Masalah yang dihadapi di Indonesia adalah tidak seimbangnya importasi bibit sapi dengan bakalan sapi, dimana importasi bibit sapi masih kecil dan bakalan sangatlah banyak. Sehingga solusi yang terbaik adalah adanya subsidi dalam pendatangan bibit sapi sehingga produksi sapi di Indonesia bisa berkembang. Hal lain yang tidak dapat dilupakan adalah sapi susu, karena selain untuk produksi susu, anak jantan dari sapi susu tersebut dapat diambil untuk digemukkan lalu dijadikan sumber daging. Hal yang dibutuhkan di Indonesia juga antara lain peternak rakyat yang membutuhkan modal/investasi yang cukup untuk berbisnis. Kunci dari permasalahan tersebut adalah meningkatkan populasi sapi betina produksi.
Pada tahun 2000, pemerintah menyatakan bahwa Indonesia dapat menjadi negara suasembada jikalau mengimpor 1 juta bibit sapi untuk dikembangkan, namun untuk tahun 2022, mungkin angkanya harus mencapai 3 juta betina. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemanfaatan lahan yang harus seimbang antara peternakan dan pertanian. Indonesia untuk saat ini sangat minim dalam memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam sekaligus untuk beternak, dan rata-rata sistem peternakan di Indonesia adalah memanfaatkan lahan untuk dijadikan kendang ternak.
Alhasil, menurut Prof.Dr. Ali Agus adalah kita Indonesia turut berprihatin resiko daging lokal yang mahal sangat mungkin terjadi sementara harga sapi daging dunia juga sudah tinggi sehingga kenaikan harga sapi sangat mungkin terjadi.