Selama ini Negara Brazil banyak dikenal dunia karena keunggulan dunia sepak bola dan keunikan tari sambanya. Namun, nyatanya dalam dunia Peternakan Sapi Di Brazil berhasil menjadi salah satu negara paling unggul di dunia dengan jumlah populasi sapi sekitar 208 juta ekor dan hasil produksi daging sapi sekitar 10 juta ton per tahun. Jumlah populasi sapi yang ada di Brazil jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduknya sehingga Brazil mampu mengekspor hasil produksinya ke negara-negara lain.
Berbeda dengan Negara Indonesia memiliki populasi sapi sekitar 17 juta ekor dengan populasi penduduk sebanyak 270 juta kepala, populasi sapinya hanya sekitar 6-7% dari jumlah keseluruhan penduduk yang membutuhkan asupan daging sapi. Hal ini tentu saja mengherankan karena iklim yang dimiliki oleh Negara Brazil sama dengan Indonesia, yaitu tropis.
Jenis-jenis sapi yang di Peternakan Sapi Di Brazil adalah sapi-sapi persilangan yang mayoritas berasal dari bangsa sapi zebu atau sapi brahman asal India, sekitar 50% populasi sapi di sana berasal dari bangsa sapi brahman yang kemudian dikawin-silangkan dengan jenis sapi limousin, simmental, shorthorn. Tak hanya itu, jenis sapi brahman murni juga banyak dikembangkan di sana sehingga mayoritas populasi sapinya adalah persilangan brahman.
Tingkat konsumsi daging sapi di Negara Brazil per kapita adalah 40 – 50 kilogram. Maka dari itu, ketika makan, warga Brazil lebih banyak mengonsumsi daging daripada nasi. Berbanding terbalik dengan Indonesia yang mengonsumsi nasi lebih banyak dibandingkan dengan daging sapinya.
Proses breeding Peternakan Sapi Di Brazil menggunakan sistem pastural alias sapi-sapi akan dilepas di padang penggembalaan dan diberi pakan full grazing atau hanya memakan rumput yang ada di padang penggembalaan dengan tambahan mineral vitamin yang diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk menunjang pertumbuhan sapi sehingga mereka tetap mendapat kecukupan nutrisi terutama mineral vitamin yang sangat dibutuhkan oleh para indukan sapi yang harus menyusui anaknya.
Pemberian mineral dan vitamin tambahan ini juga bertujuan sebagai supaya menjauhkan indukan sapi dari kasus Hypocalcemia atau gangguan metabolisme yang terjadi sebelum, sewaktu, atau beberapa jam setelah melahirkan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan ransum, stress berlebih, dan lain sebagainya.
Proses pembibitan yang cukup efisien dengan biaya murah ini berhasil membantu peternakan Brazil menghasilkan bibit yang terjangkau dan berkualitas karena sapi-sapi tidak harus dimasukkan ke dalam kandang dan diberikan pakan khusus yang menimbulkan biaya produksi lebih besar. Para peternak Brazil benar-benar memfokuskan breeding untuk menghasilkan pedet-pedet berkualitas bukan untuk mendapatkan berat badan maksimal atau penggemukan.
Setelah sapi-sapi bakalan dilahirkan, mereka akan disapih untuk dibesarkan dan dikelompokkan antara jantan dan betina. Dari sinilah para peternak akan menyeleksi betina-betina dengan kualitas unggul sebagai calon indukan dan sisanya digiring untuk digemukan menjadi sapi siap potong. Di Brazil juga terdapat industri-industri peternakan (feedloter) yang sudah berhasil menggemukan sapi dalam jangka waktu tiga bulan.
Sistem pemeliharaan dan perlakuan yang diberlakukan di Brazil tentu saja berbeda dengan peternakan Indonesia. Mereka melakukan pembesaran dengan fokus mengembangkan pertulangan,sedangkan proses penggemukan lebih fokus kepada bobot badan sapi dan diberikan nutrisi tertentu agar menghasilkan daging dengan kualitas bagus. Kalau di Indonesia hutan-hutan tropisnya banyak dialih-fungsikan menjadi perkebunan sawit, maka yang terjadi di Brazil adalah hutan-hutan tropisnya banyak dialih-fungsikan menjadi padang penggembalaan untuk beternak sapi. Hutan tropis paling terkenal di daerah Brazil adalah Amazon. Maka dari itu, Brazil mampu mengekspor sapi dan daging sapi ke berbagai belahan dunia seperti Eropa, Amerika, Timur Tengah, dan kawasan Asia, sedangkan Indonesia unggul di bidang industri sawitnya.
