Kebutuhan susu di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Di tengah tren kesehatan dan gaya hidup sehat, konsumsi susu pun ikut bertambah. Sayangnya, sebagian besar kebutuhan susu Indonesia masih dipenuhi oleh impor. Lantas, bagaimana peluang dan tantangan industri sapi perah di Indonesia untuk mencapai kemandirian susu nasional?
Tahukah Anda, konsumsi susu di Indonesia termasuk yang terendah di Asia Tenggara? Berdasarkan data, rata-rata orang Indonesia hanya mengonsumsi sekitar 16,5 kilogram susu per kapita per tahun. Bandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dengan konsumsi 40 kilogram per kapita, dan Thailand dengan sekitar 25-26 kilogram per kapita per tahun.
Kebutuhan susu nasional terus meningkat, bahkan mencapai 4,4 juta ton pada 2022, naik dari 4,3 juta ton di tahun sebelumnya. Namun, rendahnya konsumsi ini masih jauh dari harapan dan potensi gizi yang bisa dipenuhi oleh konsumsi susu lebih tinggi. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi industri sapi perah di Indonesia.
Tingginya permintaan dan rendahnya produksi dalam negeri menunjukkan pasar yang sangat potensial bagi pengembangan bisnis sapi perah di Indonesia. Pemerintah juga mencanangkan berbagai program untuk mendorong kemandirian susu nasional. Salah satu inisiatif utama adalah program makan siang dan susu gratis bagi siswa sekolah yang diusung oleh Presiden Prabowo. Program ini bertujuan untuk meningkatkan gizi anak-anak Indonesia, sekaligus meningkatkan permintaan susu segar lokal.
Program ini diproyeksikan akan menjadi dorongan besar bagi peternakan sapi perah. Selain memenuhi kebutuhan gizi anak-anak, program ini juga memberi peluang bagi peternak sapi perah dalam negeri untuk mengembangkan usahanya. Tentu saja, program ini juga mengundang minat investor untuk terlibat dalam pengembangan sektor ini.
Meski potensial, pengembangan industri sapi perah di Indonesia juga memiliki tantangan yang perlu diatasi, seperti:
1. Ketergantungan pada Impor: Saat ini, sekitar 80% susu yang beredar di pasar masih berbahan baku impor. Ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan produksi lokal.
2. Produksi dan Infrastruktur: Indonesia memiliki iklim tropis yang kurang ideal untuk sapi perah. Selain itu, biaya pakan yang tinggi dan keterbatasan lahan juga menjadi hambatan bagi peternak.
3. Kapasitas dan Pengetahuan Peternak: Tidak semua peternak memiliki akses pada teknologi dan pengetahuan modern dalam beternak sapi perah.
4. Kualitas dan Konsistensi Produksi: Menjaga kualitas susu dan konsistensi produksi sesuai standar menjadi tantangan tersendiri dalam memenuhi kebutuhan pasar.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah telah menjalankan berbagai program dan pelatihan bagi peternak lokal. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produksi susu dalam negeri. Selain itu, upaya peningkatan genetik sapi perah lokal juga dilakukan untuk menghasilkan sapi yang lebih adaptif terhadap iklim Indonesia.
Kerjasama dengan pihak swasta dan lembaga internasional juga sangat diperlukan. Dengan kolaborasi ini, industri sapi perah di Indonesia bisa semakin berkembang dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan susu nasional tanpa bergantung pada impor.
Melihat besarnya peluang dan dukungan dari pemerintah, prospek industri sapi perah di Indonesia cukup cerah. Selain memenuhi kebutuhan domestik, jika produksi susu sudah meningkat dan stabil, Indonesia bahkan berpotensi untuk masuk ke pasar ekspor di masa mendatang.
Dukungan kebijakan berkelanjutan dari pemerintah juga menjadi kunci. Dengan peraturan dan insentif yang mendukung, peternak sapi perah di Indonesia bisa lebih termotivasi untuk mengembangkan usahanya secara maksimal.
Sapibagus Farm membuka pelatihan bisnis sapi baik pemula maupun peternak sapi. Untuk informasi lebih lanjut silakan hubungi kami melalui WhatsApp atau bisa langsung memesan melalui Shopee dan Tokopedia.
