Dilansir dari CNBC Indonesia.com, pelaku usaha bisnis sapi potong tidak kuat lagi menanggung kerugian akibat melonjaknya harga bakalan sapi impor dari Australia. Sementara mereka juga mengalami kesulitan untuk menjualnya di dalam negeri karena harga daging sapi yang sudah terlalu tinggi di atas jangkauan konsumen. Tingginya harga daging sapi yang terjadi beberapa bulan terakhir membuat beberapa pelaku usaha Feedloter Indonesia Bangkrut di bidang peternakan harus gulung tikar.
Bahkan, Direktur Eksekutif dari Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), Joni Liano mengatakan bahwa anggotanya Feedloter Indonesia Bangkrut yang gulung tikar sudah mencapai hampir 50% dari total 42 perusahaan. Jadi, hanya sekitar 22 perusahaan yang masih aktif di bawah naungan Gapuspindo.
Kenaikan harga bakalan sapi ini memaksa para peternak menaikkan harga jual sapi hidup dan juga harga daging sapi. Hal ini tentu saja tidak mudah karena masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan standar harga jual yang ada. Terlebih, daya beli masyarakat yang sedang menurun membuat para pelaku usaha menuai kerugian yang cukup besar.
Sebagian pelaku usaha Feedloter Indonesia Bangkrut yang sudah tidak sanggup menanggung kerugian terpaksa harus menutup usahanya karena bangkrut. Sebenarnya, mengehentikan usaha akan mengundang kerugian yang sangat besar pada pelaku usaha, mengingat semua biaya yang sudah dikeluarkan untuk memulai usaha tersebut seperti untuk pembangunan kandang, pengadaan pakan, gaji pegawai, dan biaya operasional lainnya. Namun, daripada harus menanggung kerugian secara terus-menerus, para pelaku usaha memutuskan untuk berhenti.
Sebagai pengimpor sekaligus peternak, para pelaku usaha harus mengembangkan sapi dengan proses penggemukan selama 120 hari. Bayangkan, berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk menjalankan proses penggemukkan tersebut. Terlebih, mereka tidak hanya memelihara 2-4 ekor sapi saja melainkan ratusan bahkan ribuan ekor.