Selama ini kondisi sapi-sapi lokal Indonesia sering kali mengalami kekalahan dalam bersaing dengan sapi-sapi dan daging sapi yang diimpor dari Australia. Namun, selama enam bulan belakangan ini, Kenaikan Harga Sapi Lokal sedang mengalami kenaikan kelas. Mengapa demikian?
Kondisi bisnis sapi sebelum-sebelum ini selalu menunjukkan bagaimana sapi-sapi lokal kalah saing dengan sapi-sapi dan daging sapi impor di pasaran lokal. Namun, menjelang Hari Raya Idul Fitri 1442 H sapi-sapi lokal mengalami kenaikan kelas dan bisa menjadi lebih unggul dibandingkan dengan sapi dan daging sapi impor. Permintaan sapi-sapi lokal mengalami kenaikan yang signifikan juga Kenaikan Harga Sapi Lokal.
Hal ini dikarenakan bakalan-bakalan sapi impor Australia mengalami kenaikan harga dan menyebabkan industri penggemukan sapi Indonesia (feedloter) mengurangi jumlah pasokan impor mereka bahkan sebagian menutup usahanya untuk sementara waktu akibat tingginya lonjakan harga bakalan sapi impor dan menurunnya ekonomi akibat pandemi.
Melihat kondisi seperti ini, maka pasokan sapi impor yang digemukkan di industri peternakan Indonesia mengalami penurunan dan membuat sapi-sapi lokal berhasil masuk ke segmen pasar yang selama ini dikuasai oleh impor. Jenis sapi Limousin, Simmental, Bali, bahkan Ongole dari beberapa daerah sentral sapi Indonesia banyak dikirim ke wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Bandung Raya yang kerap mengalami permasalahan kurangnya pasokan daging sapi.
Jika kebutuhan konsumsi daging sapi di daerah ini tidak terpenuhi, maka akan timbul guncangan seperti aksi mogok jualan yang sempat terjadi di pasar daging sapi Jabodetabek pada awal 2021 lalu. Permasalahan seperti ini akan dengan mudah tersorot media karena wilayahnya yang berdekatan dengan Ibu Kota Negara Indonesia, Jakarta.
Dengan adanya kenaikan harga di Australia ini, membuat harga sapi dan daging sapi lokal menjadi satu level di bawah harga sapi dan daging sapi impor. Saat lebaran kemarin, Sapi Brahman Cross yang dijual dalam bentuk karkas sudah menembus harga Rp. 115.000 sedangkan jenis Sapi Bali mencapai harga Rp. 110.000.
Adanya kenaikan permintaan sapi-sapi lokal ini tentu akan berpengaruh besar pada jumlah stok sapi lokal yang tersedia di daerah asalnya. Selama ini, sapi-sapi lokal tidak mampu bersaing di pasaran wilayah Jabodetabek dan Bandung Raya, sehingga sapi lokal hanya dijual di masing-masing daerah asalnya saja. Dengan adanya pengiriman ke luar daerah, maka stok sapi di daerah asalnya akan mengalami penurunan dan akan berdampak terhadap harga jual daging sapi lokal Kenaikan Harga Sapi Lokal.
Misalnya saja di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB), para penjagal sudah banyak memotong sapi-sapi betina baik yang sudah tidak produktif maupun yang masih produktif karena sapi pejantan siap potong banyak dikirim ke Jabodetabek dan Bandung Raya. Dampak untuk jangka panjangnya adalah, populasi sapi Indonesia nanti akan semakin terkuras karena berkurangnya populasi sapi betina produktif.
Dengan demikian, harga sapi lokal sedikit demi sedikit akan mengalami kenaikan . Namun, ini akan menjadi peluang bagi para petani dan peternak yang melakukan proses pengembangbiakkan atau breeding sapi karena apabila hasil breeding dijual, harganya relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan sebelumnya. Begitu pula untuk para peternak yang melakukan bisnis penggemukkan sapi, baik untuk keperluan potong harian maupun saat Hari Raya Idul Adha nanti.
Kondisi ini diperkirakan akan berlanjut sampai harga bakalan sapi impor Australia mengalami penurunan. Apabila harga masih tetap tinggi, maka kegairahan para peternak lokal pun akan tetap tinggi. Menurut prediksi para peternak Australia, kondisi ini akan berlangsung hingga pertengahan tahun 2022. Setelah itu, harga akan kembali stabil sehingga dimungkinkan harga bakalan sapi Australia akan kembali normal.